Kisah Perjalanan
Sebagai seekor ikan yang hidup di dasar lautan
Adalah suatu harapan pergi ke tepi pantai,
Menikmati setiap kali angin datang menderai
Kali ini, aku datang
Dengan suara angin yang berdebur lewat ombak
–sekilas merambat ke permukaan kemudian hilang–
Kepada laut aku pertaruhkan segala hidup
Nasib baik atau buruk
Aku pasrahkan pada Tuhan yang memberiku hidup
September, 2018
Rihlah Kemarau
Di saat malam kedap
Aku melangkah keluar rumah
Di lereng bukit
Apa yang hendak aku jangkau dalam pandang
Terlihat sebagai engkau.
Kita adalah kesunyian yang kekal
Kau merambat ke ujung waktu
Di sisa umur semesta
Dan cintaku yang terkenang
Sepanjang masa.
Kau kenikmatan yang aku tanam di ujung pagi
Saat fajar tak mampu lagi
Meredam kedatangan matahari.
Dan mimpiku pecah
Bersama angan di dasar hati.
September, 2018
Perihal Luka
Air mata ini telah aku catat
Dengan sederet kata-kata rancu
Pada alam yang diam,
Dan mata tiba-tiba mematung seperti Yesus.
Dan jantung waktu yang ia sebut
adalah peniup sangkakala
Di tubuhnya yang bergairah
Air mata ini mengalir lalu berteduh
Di antara cekung khuldinya yang bisu
Menyisakan jejak-jejak yang basah
Pada rel kereta di suatu kota.
Dalam tubuhnya bunyi kendaraan besar
Dan dencingan khotbah gereja
Terdengar gemuruh sampai di telinga penghulu
Juga romansa alam yang sempat tertanam datar
Adalah tubuhmu yang sayu
Seperti debu pada hilir Ararat.
September, 2018
Hujan Deras Sepanjang
Jalan Solo
Hujan deras sepanjang
Jalan Solo, kau rebahkan kepalamu
Di bahuku.
Bis berjalan dengan kecepatan sedang
Lihatlah jendela bis itu
Katamu pelan ke telingaku
Kita tidak ada lagi di dalam cermin
Hujan telah mengambilnya
Kembali kau berbisik dengan suara kecewa
Lalu, aku memelukmu dan berkata
Bukankah kau suka derai hujan yang jatuh di kaca?
Kau mengangguk, tersenyum
Kurasakan kita semakin erat, semakin lekat.
September, 2018