Secangkir pedih mengalun syahdu
Di bawah pilar bersandar pria menggerutu
Jejak setapak tak lagi mampu ia pijak sebab gemuruh
Gaduh kelabu mengejek dalam sembilu
Aku pria itu, akulah pria itu
Beranjak bangun dari lelap pertapaan
Berharap Sang Hyang Esa mencabut khalut sembilu
Terhanyut sukamaku beku di ujung ubun
Dzikrullah. Dzikrullah terbawa terbang melayang bermandi embun,
Sesekali kuintip dalam pejam
Tak kutemui awan jua tebaran bintang
Gemerlap kerdip sepintas hilang
Gelenjot angin yang bertandang
Kepada cahaya, lupakan sebuah nama di mataku
Sebab mataku adalah malam yang terus saja memar
Tak ada sama sekali namanya di antara nyala itu.
Semuanya sama bagai duka
Tak ada paksaan untuk mencintai-Nya
Akulah pria itu, di antara lima waktu yang berjaga
Tiada satupun darinya yang kukandung
Selain hanya mengenalnya.